Kegigihan Loper Koran Cilik Bantu Ekonomi Keluarga

abcdf

Muhammad Riduan, siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Palembang penerima beasiswa MTT, setiap hari berjualan koran usai pulang sekolah untuk membantu perekonomian keluarga.

 

Diusianya yang masih belia, sosok Muhammad Riduan telah menjadi tulang punggung keluarga. Anak ke 5 dari 6 bersaudara kelahiran Palembang 22 Juli 2003 ini merupakan satu dari 95 anak juara yang menerima Beasiswa Khusus MTT Sumbagsel. Riduan panggilan akrabnya di rumah, sudah menjadi anak juara MTT sejak awal tahun 2015.

Saat ini, Riduan duduk di kelas VIII SMP Negeri 19 Palembang. Ia tinggal bersama ibu dan seorang adiknya yang masih kelas III SD di rumah kontrakan berupa bedeng sederhana di Jl. Mandiapi I Lrg. Kemiri No. 1282 Rt. 25 Rw. 08 Kelurahan Siring Agung Kecamatan Ilir Barat I Kabupaten Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Ayah Riduan telah meninggal dunia di tahun 2010 karena penyalit Jantung yang dideritanya. Tak mau larut dalam kesedihan, melihat ibunya yang setiap hari bekerja menjajakan koran di lampu merah sejak pagi hingga menjelang sore membuat Riduan bertekad ingin membantu ibunya.

Sejak Kelas V SD, sepulang dari sekolah dengan diantar ojek langganannya, Riduan pergi ke Simpang Polda tempat biasa Riduan bersama teman-teman jalanannya menjajakan koran kepada pengendara di lampu merah.

Tak kenal lelah, dengan semangat dan senyum yang terus terpancar di wajah polosnya, Riduan menawarkan koran kepada pengendara motor, mobil maupun pejalan kaki yang melintas. “Sumeks, Sriponyo yuk.. Cuma seribu” ujarnya menawarkan kepada salah satu pengendara motor di lampu merah. “Oy.. dek.. Koran..Koran.. ado Kompas dak?” teriak seorang bapak dari dalam mobil kijangnya. “Ado pak.. duo ribu” jawab Riduan sambil menunjukkan korannya kepada si bapak. Tak butuh waktu lama, bapak tersebut langsung menyerahkan selembar uang 5000an sambil mengatakan “nah ambeklah.. dak usah disosoki. “makasi pak” jawab Riduan sambil tersenyum seraya mengucap hamdalah.

Walau bajunya sudah basah oleh keringat di siang yang terik itu, Riduan masih bisa tersenyum bahagia. Perjuangannya membahagiakan ibunda tercinta tak semudah yang dibayangkan orang lain. Asam manis kehidupan sudah cukup dirasakan Riduan diusianya yang menginjak remaja. Disaat anak-anak seusianya menikmati tidur siangnya atau bermain layangan, Riduan justru berjibaku dengan teriknya matahari, bersaing dengan penjual koran lainnya.

Bahkan Riduan pernah mengalami kejadian buruk saat berjualan koran. Suatu ketika, Di siang yang terik, saat ibunya pulang ke rumah untuk menjaga adiknya, tiba-tiba Riduan didatangi dua laki-laki tak dikenal mengendarai motor mengajaknya pergi dengan motornya. Salah seorang loper koran yang kenal baik dengan ibunya langsung menguhubunginya dan mengabarkan kejadian tersebut. Kondisi motor yang melaju dengan kencang, tak pelak menyulitkannya untuk mencegah kepergian Riduan. Sang ibu yang gelisah langsung pergi mencari Riduan. Untungnya, tetangga Riduan yang sedang melintas di Jl. Demang Lebar Daun melihatnya sedang berdiri kebingungan di pinggir jalan di depan Kantor Gubernur Palembang. Heran melihat Riduan berjualan koran sejauh itu, Kak Irul tetangga Riduan langsung menghampirinya. Melihat Riduan yang nampak linglung, ia langsung menegur Riduan dan mengajaknya pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Riduan langsung diberondong banyak pertanyaan oleh ibunya yang gelisah ketakutan anaknya jadi korban penculikan. Setelah Riduan sedikit tenang, ia mulai bercerita pada ibunya, “kakak itu nak beli koran mak, tapi dio lupo bawak duet, katonyo rumah dio deket, terus aku diajak ke rumahnyo, aku la dak galak tapi dipaksonyo, jadi aku ikut naek motornyo mak.. tapi jauh nian dak nyampe-nyampe rumahnyo tibo-tibo aku disuruh turun di pinggir jalan. Dio makso nyuruh ngeluarke isi kantong celano aku mak, diambeknyo galo duet hasil jualan koran samo HP butut yang ku bawak jugo diambeknyo. Habis itu aku ditinggal dewean di pinggir jalan itu.. untung bae ketemu kak Irul jadi pacak balek ke rumah aku mak..” cerita Riduan. “Yo sudahla nak.. ikhlaske bae HP nyo.. yang penting kau dak diapo-apoin wong itu, ujar ibunya.

Walaupun sudah mengalami hal buruk seperti itu, Riduan tak pernah takut. Meskipun sudah dilarang ibunya, Riduan masih tetap berjualan koran. Ia berjanji akan lebih berhati-hati lagi dan tidak akan mau diajak pergi oleh orang asing yang tak dikenalnya.

Riduan sadar bahwa ia adalah harapan ibunya, ia tak akan meninggalkan bangku sekolah dan akan tetap berjualan koran. Kedua hal itu dilakukannya demi membantu ibunya. 3 saudaranya yang lain sudah tidak tinggal lagi bersama mereka karena sudah berkeluarga. Kehidupan merekapun sama dengannya. Riduan tak mau membebani kakak-kakaknya.

“Sekolah sambil jualan koran memang capek mbak, tapi lebih capek lagi kalo aku biarke mamak dewean yang cari duet. Selagi masih halal, ngapo aku harus malu jualan koran. Toh kawan-kawan yang ngatoi aku jugo dak akan ngasih aku duet untuk makan” ujar Riduan.

Beruntung sekali wanita yang melahirkan Riduan. Setiap tetes keringatnya mencari nafkah takkan sia-sia karena memiliki anak berbakti seperti Riduan. Andaikan semua anak di dunia ini sepertinya, mau anak orang kaya ataupun orang susah, asalkan mereka memiliki pemikiran yang sama sepertinya, tak ada lagi anak-anak yang berani membentak orang tuanya karena tak diberi uang jajan. Tidak akan ada lagi anak-anak yang sombong hanya karena mereka sedikit lebih beruntung terlahir dari orang tua yang berkecukupan. Semoga perjuangan Riduan dapat menginsiprasi banyak orang. (Retno/Fitri)

 

Leave a Reply