Atasi Kesenjangan, Ekonomi Islam Harus Terus Dikembangkan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Guru Besar yang juga Konsulat Fatwa dan Riset Eropa, Jasser Auda mengatakan, tugas utama ekonomi Islam saat ini adalah mengembangkan dirinya untuk bisa melangkahi sistem ekonomi yang berlaku saat ini.

“Jangan sampai instansi-instansi ekonomi Islam hanya menyiasati sistem yang ada dengan membuat hilah agar tetap aman dari riba, tetapi, dalam waktu yang sama ia tetap berfungsi sebagai instansi penambah uang yang mengumpulkan uang dari orang-orang dan disetor kepada orang yang lebih kaya,” ujarnya saat menjadi keynote speech dalam seminar internasional yang digelar Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Rabu (22/2).

Seminar internasional yang mengambil tema ‘Reviving Islamic Values and Response to Humam Crisis’ ini digelar sebagai rangkaian milad UAD ke 56 tahun. Seminar tersebut menghadirkan pembicara dari Inggris, Malaysia dan Indonesia.

Menurut Jasser Auda, saat ini sistem ekonomi di dunia sangat timpang. Kesenjangan terlihat sangat luas antara masyarakat yang kaya dan tidak. “Hampir 99 persen dari jumlah manusia kini bekerja keras untuk melayani 1 persen yang memilki 99 persen dari sumber daya. Kini, elite ekonomi menguasai semuanya, tidak mengetahui kebaikan, mereka berinvestasi untuk kepentingan mereka sendiri, bukan juga untuk kemaslahatan negaranya,” ujarnya.

Sistem ekonomi, menurutnya, perpusat pada riba dan ini tengah mengausai ekonomi dunia. “Kini, jika orang biasa untuk mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya harus bekerja keras untuk melunasi utang yang ia dapat untuk tujuan itu. Kini uang menjadi terpusat dan berputar di antara orang kaya, yang merupakan minoritas yang sangat kecil,” katanya.

Diakuinya, saat ini negara-negara kuat  memaksa negara lemah untuk berutang dan dibebani riba. Akibatnya, kata dia, negara lemah harus bekerja keras untuk menutupi utang tersebut.

Sebaliknya, kata dia, ekonomi Islam didasari oleh kesetaraan antara manusia. Karena kata dia, Islam tidak bertujuan untuk menjadi semua orang kaya, tetapi Islam juga tidak memperbolehkan adanya kesenjangan yang mencolok. “Dan kesenjangan antara 1 persen dan 99 persen ini adalah garis merah yang dilarang dalam Islam,” ujarnya.

Karena itulah kata dia, sistem ekonomi Islam ke depan harus bisa terus dikembangkan dan bisa melampaui sistem ekonomi yang berjalan saat ini. Pengembangan ekonomi Islam menurutnya bisa dimulai dari perguruan tinggi Islam di Indonesia.

“Peran universitas sangat penting  untuk mengukuhkan pardigma dan pandangan dunia Qurani mengenai kenyataan sekitar kita. Dalam rangka ini, perlu saya tekankan pentingnya berangkat dari Quran, dengan mengembalikan vitalitas konsep-konsep Qurani,” katanya.

sumber : republika.co.id

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Leave a Reply