Mengejar Bayangan Semu atau Berpaling Menuju Kepastian

 

Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah mengatakan:
“Dunia itu ibarat bayangan, bila kau kejar, dia akan lari darimu. Tapi bila kau palingkan badanmu, dia tak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”

Apa yang dikatakan Ibnul Qoyyim diatas selaras dengan sabda nabi shallallahu alaihi wasallam berikut ini:

“Siapa yang obsesi hidupnya akhirat, maka Allah akan menjadikan kekayaannya berada di dalam hatinya, menyatukan urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Sebaliknya, siapa yang menjadikan dunia sebagai obsesinya, maka Allah akan meletakkan kefaqiran di depan matanya, Dia akan mencerai-beraikan urusannya, sementara dunia tidak mendatanginya kecuali sebatas apa yang telah ditakdirkan baginya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Begitulah… setiap potongan hidup selalu menyajikan pilihan-pilihannya sendiri. Disini kita hanya punya dua pilihan, mengejar bayangan semu atau berbalik menuju kepastian.

Tak ada pilihan ketiga, sebab kita tak mungkin berhenti, karena dengan berhenti itu artinya kita telah memilih untuk binasa.
Teruslah melangkah maju…

Sesekali lihatlah bayang itu, karena Allah azza wa jalla berfirman:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (berupa kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashshash: 77)
Sebagian orang menyangka bahwa maksud ayat ini adalah anjuran untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Padahal tidak, justru ayat ini menjelaskan agar manusia sepenuhnya mencari karunia akhirat dan menjadikan dunianya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan akhirat. Sehingga apapun pekerjaan duniawi yang ditekuni seseorang -selama itu halal-, hendaknya membuat ia semakin bersemangat dalam meraih akhiratnya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh mayoritas ahli tafsir diantaranya Ibnu Abbas, Al-Qurthuby, Jalaluddin Al-Mahally dan As-Sa’dy -rahihumullah-

As-Sa’di menjelaskan “Engkau memiliki berbagai sarana untuk menggapai kebahagiaan akhirat berupa harta, dimana hal tersebut tidaklah dimiliki oleh orang lain selain dirimu. Maka raihlah dengan harta tersebut apa yang ada disisi Allah. Berinfaklah dengannya, jangan menggunakannya sebatas untuk memenuhi kebutuhan syahwat dan berbagai kelezatan semata. “Jangan lupakan bagianmu di dunia”. Maksudnya, Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, hingga ia terlantar. Namun infakkan dengan niat untuk kebahagiaan akhiratmu.
Bersenang-senanglah dengan duniamu dengan tidak melalaikan agama sehingga membahayakan kehidupan akhiratmu.”

Kesimpulannya, tataplah akhiratmu, berjalanlah menujunya, namun jangan lupakan duniamu sebagai sarana meraihnya. Sebab Allah tak memuji mereka yang terus-menerus beribadah dan melupakan dunia, tapi Dia memuji mereka yang melakukan pekerjaan dunia namun hati mereka terpaut pada Allah.

“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS. An-Nur:37).

Wallahu a’lam

Ya Allah,perbaikilah agama kami yang merupakan sandaran segala urusan kami. Dan perbaikilah urusan dunia kami yang merupakan tempat tinggal kami,dan perbaikilah akhirat kami yang merupakan tempat kembali kami. Dan jadikanlah kehidupan kami sebagai tambahan bagi kebaikan kami dan kematian kami sebagai tempat istirahat dari segala kejelekan kami.” (HR. Muslim)

Sumber: Ustadz Aan Chandra Thalib

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Leave a Reply