[Taushiyah Ramadhan 1432H] Ramadhan, Momentum Perubahan

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji syukur hanyalah milik ALLAH ‘Azza wa Jala yang telah melimpahkan demikian banyak nikmat pada kita semua tanpa terkecuali. Kasih sayang Nya sangat luas dan tidak pernah luput dari semua makhluk Nya. Walaupun kita sering berlaku maksiat pada Nya, walaupun DIA pasti menyaksikan setiap dosa dan khilaf yang kita lakukan, namun pintu taubat senantiasa terbentang bagi kita semua. Pintu ampunan selalu terbuka selama kita tidak menyekutukan Nya dengan suatu apapun.

Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa dari rahmat ALLAH. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS:Az-Zumar(39): 53)

Dari Anas radhiyaLlaahu ‘anhu berkata, aku mendengar RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ALLAH subhanaHu wa ta’ala berfirman, Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan. (Hadits Riwayat At-Tirmidzi –dan beliau menghasankannya).

Maka, karena kasih sayang Nya itulah, karena sifat Rahman, Rahim, dan seluruh nama dan sifat Nya yang mulia, kita temukan diri kita saat ini, tahun ini, dalam bulan paling mulia, bulan paling utama, bulan penuh ampunan dosa dan dikabulkannya setiap doa dan permohonan, bulan Ramadhan.

Shalawat teriring salam senantiasa kita sampaikan pada RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam yang telah mengajarkan pada kita, tentang bagaimana seharusnya kita menjalani kehidupan ini.

Dari Abu Hurairah radhiyaLlaahu ‘anhu bahwasanya RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: Seluruh umatku akan masuk ke dalam surga, kecuali yang enggan. Para shahabat bertanya: “Siapakah yang enggan wahai Rasulullah”. Beliau menjawab: “Barangsiapa yang mentaatiku, maka ia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka dialah yang enggan. (Hadits Riwayat Al-Bukhari)

Ramadhan, adalah bulan penuh cinta dari ALLAH Sang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Bukan berarti di bulan-bulan lain, cinta Sang Rahman tiada menyapa jiwa-jiwa yang lemah seperti kita, tidak demikian. Cinta ALLAH akan tetap menyapa kita, akan tetap setia memenuhi tiap detik hidup kita, walau bagaimanapun kita sering bermaksiat pada Nya, walau bagaimanapun kita sering khianat pada Nya. SubhanaLLaah. Hanya saja, ALLAH memang mengistimewakan Ramadhan, sebagaimana disebutkan oleh lisan manusia mulia, RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam bahwa setiap siang dan malam di bulan Ramadhan, ALLAH memiliki hamba yang dibebaskan Nya dari siksa neraka.

“Sesungguhnya ALLAH memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo’a akan dikabulkan do’anya” (Hadits Riwayat Al-Bazzar, Ahmad, Ibnu Majah, hadits shahih)

Dalam bulan yang istimewa ini, ALLAH mewajibkan pada setiap orang yang beriman untuk melakukan ibadah puasa. Ibadah puasa selama Ramadhan ini pun adalah ibadah yang sangat istimewa. Bila ibadah-ibadah lain disebutkan nilai lipatganda balasannya, special untuk ibadah puasa ini, ALLAH sendiri yang akan menentukan besar nilainya.

“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)

Dari Abu Hurairah radhiLllahu `anhu, dia bercerita, RasuluLlah shallaLlaahu `alayhi wa sallam bersabda, “Setiap amal anak Adam akan dibalas berlipat ganda. Kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya sampai 700 kali lipat. Allah Ta`ala berfirman, `Kecuali puasa, di mana puasa itu adalah untuk diri-Ku dan Aku akan membalasnya. Dia meninggalkan nafsu syahwat dan makanan demi diri-Ku. Dan orang yang berpuasa itu memiliki 2 kegembiraan; kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat berjumpa dengan Rabbnya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi” (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim, lafazh di atas bagi Muslim)

Maka buah dari semua keistimewaan itu adalah taqwa. Sebuah status yang akan membawa pemiliknya merasakan kenikmatan abadi yang tiada pernah terbayangkan oleh pikiran, tiada pernah dilihat oleh mata, yaitu surga Nya. Tidak hanya itu, pemilik ketaqwaan tidak akan pernah merasa gundah dan gulana, karena setiap permasalahan hidup yang dialaminya akan diberikan solusi bahkan cara yang tidak terduga-duga.

“….barangsiapa bertaqwa kepada ALLAH, niscaya DIA akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS: Ath-Thalaaq(65):2-3)

Bahkan tidak hanya kenikmatan individu yang akan kita dapatkan, namun juga akan menyebarkan manfaat kepada seluruh alam, sebagaimana keindahan ajaran Islam. Sungguh ALLAH yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, akan membuka banyak pintu keberkahan di langit dan di bumi selama, penduduk suatu negeri itu, beriman dan bertaqwa. Selama penduduk suatu negeri itu, beriman, dan mengimplementasikan imannya itu dalam kesehariannya, niscaya ALLAH akan menumpahkan banyak keberkahan pada mereka.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS:Al-A’raaf(7):96)

Berdasarkan firman ALLAH di atas, maka adalah keniscayaan untuk kita semua, agar bersungguh-sungguh melakukan perubahan menuju perbaikan kualitas keimanan. Kemudian melaksanakan implementasinya dalam bentuk ketaqwaan, bila kita menginginkan kondisi bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini menjadi lebih baik dari kondisi saat ini. Karena sungguh ALLAH tidak akan mengubah keadaan suatu negeri, kecuali setiap jiwa (individu) dalam negeri itu memperbaiki dirinya masing-masing.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya ALLAH tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada setiap individu mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”(QS:Ar-Ra’d(13):11)

Karena itu, sampainya kita semua dalam Ramadhan, adalah suatu nikmat yang sungguh tidak terkira. Saat ada diantara kita, baik saudara, sahabat, kerabat, atau bahkan orangtua, yang telah terlebih dahulu dipanggil oleh Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk terus memperbaiki diri kita. Kita masih dijamu dalam bulan Nya yang penuh keberkahan dan ampunan ini. Semoga pada Ramadhan ini, menjadi Ramadhan terindah dalam hidup kita, saat ALLAH mengampuni semua dosa dan kesalahan kita, menerima semua amal shalih dan ibadah kita, dan mengaruniakan keistiqamahan dalam iman dan ketaatan pada Nya.

Indahnya Ramadhan, memendarkan sebuncah harap akan kehidupan yang lebih baik. Menyegarkan iman yang mungkin sempat terpuruk selama 11 bulan sebelum Ramadhan. Saat iman menghujam kokoh dalam jiwa. Setiap jiwa yang lemah akan menjadi kuat, jiwa yang layu akan tumbuh kembali segar. Ketundukan total pada ketentuan Sang Khalik akan bermuara pada keyakinan bahwa, setiap ketentuannya adalah yang terbaik untuk diri dan kehidupan.

Saat seorang hamba memaksa dirinya, bersusahpayah, melawan semua keinginannya untuk hanya mengikuti keinginan, kemauan dan ketentuan dari Sang Khalik. Maka, inilah makna dari ibadah puasa.

Saat seorang hamba, berjuang untuk meninggalkan semua keinginannya, bahkan semua hal yang dihalalkan untuk nya, hanya tunduk sepenuhnya pada perintah Sang Khalik yang telah menciptakannya dengan penuh cinta. Itulah inti ibadah puasa, dan memang seharusnyalah seorang hamba berjuang untuk menahan keinginannya, menekan hawa nafsunya mengikuti perintah Sang Khalik, karena DIA menjanjikan sebuah status yang amat mulia, yang itu “orang yang bertaqwa”.

Sebagaimana kita hapal, dalam Al-Baqarah ayat 183, ALLAH subhanaHu wa ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa. Sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu, maka niscaya kamu bertaqwa”. Dari ayat tersebut, tersirat perubahan. Perubahan menjadi pribadi yang lebih baik. Perubahan menjadi orang beriman yang mampu mengimplementasikan keimanannya dalam bentuk ketaqwaan.

Perubahan adalah keniscayaan. Setiap kita pasti mengalami perubahan. Tinggal pilihannya adalah, berubah menjadi lebih baik, ataukah berubah menjadi lebih buruk. Sebagaimana ALLAH telah mengilhamkan pada jiwa kita kecenderungan pada kefasikan dan ketaqwaan (QS:91:8).

Tentu setiap pilihan telah dilengkapi pula dengan resikonya. Memilih jalan kefasikan, maka ALLAH menyiapkan neraka sebagai tempatnya. Memilih jalan ketaqwaan, maka ALLAH telah menyiapkan surga yang penuh dengan kenikmatan sebagai tempat kembali.

Sebagai seorang muslim, maka Ramadhan ini adalah momentum yang paling tepat sebagai sarana tarbiyah dzatiyah (pendidikan diri individu). Momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi dan perbaikan atas keimanan kita, dan implementasinya dalam bentuk ketaqwaan.

Sebagai seorang muslim, bagaimanakah aqidah kita? Sudahkah kita memiliki salimul ‘aqidah, aqidah yang selamat dari syirik? Bagaimanakah dengan ‘ibadah kita? Sudahkah kita beribadah dengan niat murni hanya mencari ridha ALLAH semata, dan mencontoh teladan RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam, sehingga kita memiliki shahihul ‘ibadah, ibadah yang terhindar dari bid’ah? Bagaimana pula dengan akhlaq kita?

Sungguh, Ramadhan adalah momentum istimewa yang ALLAH sediakan untuk orang-orang yang beriman dengan segala keutamaan yang banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Momentum yang tepat untuk memperbaiki diri.  Namun sungguh amat disayangkan betapa banyak diantara umat Islam ini yang justru kurang bersungguh-sungguh memperbaiki kualitas ibadahnya selama Ramadhan. Bahkan merasa ibadah selama Ramadhan sebagai beban yang memberatkan.

Al-Imam Hasan Al-Bashri, seorang ulama besar dari kalangan tabi’in berkata, “Sesungguhnya ALLAH menjadikan Ramadhan sebagai arena perlombaan melakukan ketaatan bagi makhluk Nya. Kemudian ada orang yang berlomba hingga menang dan ada pula yang tertinggal lalu kecewa. Tetapi yang sangat mengherankan adalah pemain yang tertawa-tawa dan berleha-leha saat orang-orang berpacu meraih kemenangan”

Asy-Syaikh Sa’id Hawwa dalam kitab beliau, Taskiyatun Nafs, menuliskan untuk mencapai kesempurnaan ibadah puasa, ada 6 hal yang perlu dilakukan

Pertama, menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci, kepada tiap hal yang dapat menyibukkan hati hanya berdzikir, ingat pada ALLAH ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak – dan dia menshahihkan sanadnya, bahwa RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam bersabda, Pandangan mata itu laksana anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barangsiapa menahan pandangannya karena takut pada ALLAH, maka ALLAH mewariskan kelezatan iman di dalam hatinya, yang akan dia dapatkan hingga hari dia bertemu dengan-Nya.

Bahkan dengan jelas dan gamblang ALLAH yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang memberikan perintah arahan kepada laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menahan pandangan mereka.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya’” (QS:An-Nuur(24):30-31)

Seringkali apa yang kita lihat itulah apa yang menjadi pikiran kita. Seringkali kita merespon apa yang kita lihat dengan tindakan, sikap, atau ucapan yang bahkan justru semakin melalaikan kita dari ingat pada ALLAH, sementara tiada yang luput dari pengelihatan dan pendengaran ALLAH. Semua yang kita lakukan, baik secara terang-terangan, atau hanya sekedar lirikan matapun, ALLAH pasti mengetahuinya. Bahkan sekedar lintasan niat pun ALLAH mengetahuinya dengan sempurna. SubhanaLlaah.

Kedua, menjaga lisan dari berdusta, ghibah, perkataan yang kasar dan kotor, pertengkaran, dan perdebatan. Mengendalikan lisan dengan berkata yang baik-baik saja atau diam, atau menyibukkan lisan dengan memperbanyak dzikir dan tilawah Al-Qur’an.

“Sesungguhnya puasa itu adalah perisai, apabila salah seorang diantara kamu sedang berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang menyerangnya atau mencacinya maka hendaklah dia mengatakan ‘Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa’” (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an, maka diantara para ulama mengatakan diantara ibadah yang utama selama Ramadhan adalah tilawah Al-Qur’an atau membaca Al-Qur’an. RasuluLlaah shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam selama Ramadhan, melakukan muraja’ah atau membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada malaikat Jibril. Para ulama menargetkan untuk khatam lebih banyak selama Ramadhan. Disebutkan bahwa Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i bahkan mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat dan di luar shalat beliau, selama Ramadhan sampai 60 kali. Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa sahabat Utsman bin ‘Affan radhiyaLlaahu ‘anhu mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam 1 raka’at shalat malam beliau dalam bulan Ramadhan. SubhanaLlaah.

Keempat, menahan seluruh anggota badan dari berbagai dosa dan maksiat. Kesungguhan kita dalam menjaga diri dari bermaksiat selama Ramadhan akan membiasakan kita dalam menjada diri dari bermaksiat di luar Ramadhan. Bila di luar Ramadhan kita harus berperang melawan hawa nafsu kita dan godaan, gangguan dari syaithan, maka selama Ramadhan ini, kita tinggal berperang melawan hawa nafsu kita. Karena RasuluLlaah shallaLlaahi ‘alayhi wa sallam menyebutkan bahwa selama Ramadhan, ALLAH membelenggu iblis dan bala tentaranya.

Kelima, tidak memperbanyak makanan yang halal pada saat ifthar, berbuka puasa. Karena hal ini seperti seakan seorang yang balas dendam. Saat siang hari dia dengan terpaksa menahan lapar dan haus, namun ketika berbuka, dia buka juga semua tahanan hawa nafsunya. Dia turuti semua kendak nafsunya. ALLAH subhanaLlaahu wa ta’ala mengajarkan pada kita terkait makan dan minum dalam surat Al-A’raaf ayat 31,

Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf.” (QS:Al-A’raaf(7):31)

Malik bin Dinar rahimahuLlaahu ta’ala berkata: “Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat mengendalikan dirinya.”

Sufyan Ats-Tsauri rahimahuLlaahu ta’ala berkata: “Jika Anda menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja.”

Para ulama mengatakan bahwa dampak paling ringan dari melampaui batas dalam hal makan dan minum adalah bersemangatnya kita untuk tidur dan malas saat akan melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur’an. Dengan demikian kita telah menyia-nyiakan detik demi detik Ramadhan yang sangat mahal yang tidak akan pernah kembali lagi, karena tidak ada jaminan ALLAH masih akan menjamu kita kembali dalam Ramadhan tahun depan.

Keenam, hendaknya pada saat ifthar (berbuka puasa), hati kita selalu tergantung dan terguncang antara perasaan cemas, dan harap. Antara khauf dan raja’. Apakah ibadah puasa kita pada hari itu diterima sebagai pemberat timbangan amal ataukah ibadah puasa yang sia-sia karena kita hanya sekedar menahan lapar dan haus saja? Cemas apakah kita sudah optimal memanfaatkan waktu sehari yang berharga ini dengan beribadah pada ALLAH, ataukah banyak hal yang sia-sia yang kita lakukan? Apakah semua aktifitas yang kita lakukan pada hari itu, sudah kita niatkan sepenuhnya hanya mengharap ridha ALLAH?

Demikianlah, hal-hal yang perlu kita perhatikan dengan sepenuh-penuh perhatian, dengan hati yang khusyu’, dengan akal yang jernih dan semangat memperbaiki diri yang menyala-nyala. Semoga ALLAH menjadikan Ramadhan tahun ini, Ramadhan terindah dalam hidup kita. Saat ALLAH  mengampuni seluruh dosa dan kesalahan kita, dan menerima seluruh amal shalih dan ibadah kita. WaLlaahu a’lam.

الحمد لله رب العلمين

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Leave a Reply