Pengaruh Perubahan Zaman dan Tempat dalam Perubahan Hukum Fiqih

Pembicara      : Ust. Ahmad Sarwat, Lc. MA.
Waktu              : 6 Maret 2017
Tempat            : Masjid Tarqiyah Taqwa TSO HO lt. 9

 

Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi tidak akan berubah dari awal diturunkannya. Apalagi Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Islam, di mana kepada beliau Al-Qur’an diturunkan, maka setelah beliau wafat, tidak ada lagi wahyu yang turun. Yang berubah adalah menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum, kemudian dibuat penarikan hukum atau fatwa, maka di sanalah akan ada perubahan. Bukan Al-Qur’an dan hadits yang merubah, namun fatwa dari para ulama sesuai dengan perubahan zaman.

Perubahan masa di Al-Qur’an adalah dalam kisah Ashabul Kahfi. Perubahan zaman membuat kita berubah dalam penyikapan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan As Sunnah. Orang yang tertidur dalam gua selama bertahun-tahun, ketika terbangun merasa lapar dan ingin mencari makan. Akhirnya pergi keluar untuk membeli makanan dengan sembunyi-sembunyi, takut bertemu dengan pemimpin yang dzalim, yang mengancam nyawa orang tersebut. Namun, setelah keluar dari gua dan melihat kondisinya sudah sangat berbeda, tidak dipenuhi dengan ketakutan penguasa dzalim, sudah dipenuhi syariat Islam.

Kisah tersebut memperlihatkan bahwa kondisi setiap zaman tidaklah sama, maka penyikapannya pun bisa berubah, selama tidak keluar dari sumber utama, yaitu Al-Qur’an dan sunnah. Seperti banyak dalil-dalil yang perlu kita lihat tidak secara tekstual saja. Seperti contoh dalil-dalil berikut yang akan dibahas.

“Berbedalah kalian dengan Yahudi, mereka tidak shalat dengan memakai sandal atau sepatu.” (HR. Abu Daud).

Rasulullah memerintahkan kepada umatnya saat itu untuk memakai sandal ketika shalat, agar berbeda dengan umat Yahudi. Namun, di zaman sekarang kita shalat dengan melepas sandal, tapi tidak sama dengan Yahudi. Hal ini menjadi berbeda karena perubahan zaman yang terjadi, di mana masjid-masjid yang dibangun berbeda dengan masjid zaman Rasulullah SAW.

“Umat Islam itu bersekutu dalam tiga hal: air, rumput dan api. Dan harganya (memperjual-belikannya) haram.” (HR. Ahmad). Di zaman Nabi tidak ada yang menjual air, rumput dan api. Namun di zaman sekarang, hadits tersebut tidak bisa dimaknai secara tekstual. Bunyi hadits haram jual beli air, tetapi secara konteksnya tidak bermakna demikian.

“Siapa yang memagari tanah dengan sebuah dinding, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud).

Hadits ini tidak bisa diterapkan pada masa sekarang karena setiap tanah pasti ada pemiliknya, meskipun itu kosong. Tidak boleh membangun dinding dan mengakui tanah tersebut milik kita. Termasuk dalam hal barang temuan, di mana di dalamnya ada zakat rikaz yang harus ditunaikan. “Zakat rikaz adalah seperlima” (HR. Bukhari). Hadits tersebut tidak bisa kita amalkan seperti di Indonesia sekarang, karena pada dasarnya harta tersebut milik Negara dan harus dikembalikan kepada Negara.

“Pemungut pajak itu di dalam neraka.” (HR. Ahmad). Hadits ini memang shahih, namun pemungut pajak zaman Nabi itu yang seperti apa, berbeda halnya dengan pemungut pajak sekarang. Karena pada masa Rasulullah, pemungut pajak ini adalah preman yang secara paksa meminta pajak, maka hadits ini berlaku saat itu. Pemungut pajak yang sekarang justru dibutuhkan oleh negara, karena mengingat luasnya wilayah, pastinya membutuhkan tenaga kerja untuk pemungutan pajak tersebut.

“Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya.” (HR. Bukhari Muslim).

Madinah berada di utara Makkah, maka menghadap kiblat adalah ke selatan. Maka ada hadits “janganlah menghadap kiblat saat kencing atau buang hajat tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.” (HR. Sab’ah). Hadits ini hanya bisa dipakai di Madinah, tidak bisa dipakai di Indonesia karena kiblat Indonesia saja berada di sebelah timur.

Termasuk dalam doa Rasulullah saat meminta hujan, di masa paceklik di Madinah. Akhirnya turun hujan tujuh hari tujuh malam, hingga akhirnya membuat khawatir penduduk Madinah. Akhirnya Rasul meminta hujan di sekeliling Madinah, namun tetap saja membuat khawatir karena hujan yang lama dan tidak berhenti. Sama seperti doa Nabi Ibrahim untuk meminta api yang membakarnya tidak panas dan juga tidak dingin, karena terlalu panas dan terlalu dingin akan mematikan juga.

Setiap hukum tidak bisa diubah dengan mudah, hal itu dilakukan oleh para ulama yang memang mereka hapal Qur’an dan hadits serta memahami perubahan zaman yang ada. Maka tidak semua hukum dapat diubah dengan mudah dan tidak semua orang bisa melakukannya, semua itu dilakukan tergantung ijtihad yang diambil dengan banyak pertimbangan. (Redaksi)

Share resume kajian ini secara DIGITAL melalui:
Fan pages FB : Majelis Ta’lim Telkomsel
Twitter: @mttelkomsel
Instagram: mt_telkomsel
Website: www.mtt.or.id

 

 

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Leave a Reply