Panduan Al Quran dalam Bermasyarakat

Al Quran diturunkan kepada umat manusia dalam rangka untuk membentuk masyarakat baru, yaitu sebuah masyarakat yang tidak ada sebelumnya. ketika itu adalah jaman jahiliyah, dimana belum ada contoh masyarakat seperti yang dikehendaki dalam Al Quran. Al Quran diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya sekedar dibaca, dipelajari, dihafalkan (meskipun harus) tapi yang lebih penting adalah dalam rangka membentuk masyarakat yang unik yang tidak ada tandingan-nya di dunia ini. Dikatakan “Tidak ada tandingannya” karena panduannya datang langsung dari Allah SWT yang tidak bisa ditandingi oleh makhluk apapun.

Munculnya masyarakat yang islami didahului dengan pembentukan pribadi yang muslim. Pribadi yang muslim (baik laki-laki atau perempuan) diikat dalam sebuah ikatan robani, yang mana kemudian memunculkan/terbentuknya sebuah rumah tangga yang islami. Rumah tangga yang islami inilah yang kemudian berkembang. Kumpulan dari beberapa rumah tangga islami yang kemudian akan memunculkan masyarakat yang islami. Itulah cara Al Quran dalam membentuk masyarakat Islami.

Tema kajian ini dibatasi hanya pada tafsir surat Al Hujuraat (49). Karena dalam surat Al Hujuraat sendiri tema besarnya adalah tentang anatomi/rambu-rambu masyarakat yang islami. Seperti apa masyarakat islam tersebut, berikut panduannya :

1. Sumber ajaran-nya harus jelas dan benar.

Sumber ajaran yang digunakan/diterapkan dalam masyarakat harus benar. Dan sumber ajaran Islam yang benar dan yang tidak sedikitpun terdapat perbedaan adalah Al Quran dan Sunnah. Ajaran yang datang dari Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga siapa pun yang mengaku beragama Islam tidak boleh menentang Allah dan Rasuk-nya. itulah masyarakat Islam.

Seperti halnya dalam surat Al Hujuraat ayat 1 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Sebagian ulama tafsir menjelaskan ayat ini jangan sampai kamu berbeda dengan firman Allah (Al Quran) dan sunnahnya. Jadi jika ada orang yang mengaku beragama islam tapi kehidupan dalam bermasyarakatnya masih mau judi, pergaulan bebas, korupsi berarti ia telah berkhiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. ((Firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal ayat 27 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”))

Berkhianat kepada kedua orang tua adalah termasuk dosa yang sangat besar. Berkhianat kepada pasangan kita baik kepada suami atau isteri adalah sebuah kejahatan yang besar dalam rumah tangga. Berkhiatan kepada sebuah perusahaan adalah sebuah perbuatan yang sangat tercela. Bagaimana jika berkhianat kepada Allah yang menciptakan orang-tua kita, yang menciptakan suami atau isteri kita, tentunya sudah barang tentu khiatan kepada Allah lebih besar ganjarannya. Jika hal tersebut dilakukan maka masyarakat akan bertubi-tubi mendapat musibah atau adab dari Allah SWT seperti yang sudah kita saksikan beberapa musibah beberapa waktu ini.

Jadi masyarakat yang islami adalah masyarakat yang memiliki sumber ajaran yang jelas dan benar, yaitu Al Quran dan As Sunnah. Sementara pendapat manusia, pendapat para ulama, tokoh masyarakat, ustad atau kiai itu sifatnya terbatas. Dimana jika selama pendapat para ulama, kiai, ustad dll tersebut tidak bertentangan dengan al Quran dan As Sunnah maka bisa kita ambil. Namun sebaliknya jika berbeda, dari ulama manapun, dari pakar manapun wajib kita tolak karena bukan referensi yang mutlak. Sedangkan referensi kehidupan yang mutlak adalah bersumber dari Allah SWT dan As Sunnah.

2. Komitmen/etika sopan santun dalam kepemimpinan dan keprajuritan.

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang terorganisir secara rapi. Hubungan antara pemimpin dengan pemimpin, hubungan antara pemimpin dengan prajurit/rakyat diatar oleh Allah sedemikian rupa. Pemimpin tugasnya memimpin, melindungi mengayomi sementara yang dipimpin tugasnya loyalitas, setia, membela. Sehingga terdapat kebersamaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pemerintah dengan rakyat, antara khalifah dengan ummat-nya. Yang kemudian akan memunculkan sebuah kebersamaan yang sangat erat. Kenapa bisa muncul kebersamaan, karena sumber/panduan yang digunakan sama yaitu Al Quran dan As Sunnah.

Jika kemudian muncul pertanyaan kenapa dalam negara islam atau negara yang penduduk-nya mayoritas Islam seringkali rakyatnya melakukan demo kepada pemimpinnya? jawabannya banyak kemungkinan. Mungkin, rakyat ingin berkomitmen dengan Islam sementara pemimpin-nya tidak Islam. Atau pemimpin-nya mau islam sementara rakyatnya mau menentang islam. Berbeda jika antara pemimpin dan rakyatnya memiliki keinginan/komitmen sama, yang terjadi adalah soliditas atau kekompakan dalam masyarakat islam. Seperti halnya pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW dengan para sahabatnya, dimana digunakan sumber/masdar yang sama yaitu Al Quran dan As Sunnah.

Begitu penting-nya taat kepada pemimpin (selama pemimpin berpegang pada Al Quran dan As Sunnah), sampai-sampai kita sebagai umat Islam tidak boleh mengeraskan suara melebihi suara Nabi SAW. Seperti halnya dalam surat Al Hujuraat ayat 2 dan 3:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Berbeda dengan kondisi di negara kita. Sebagai contoh ketika para anggota depan sedang bersidang, jika ada yang ingin berpendapat atau berkomentar maka yang terjadi adalah suara-suara yang saling bertautan, interupsi di sana-sini, mengeraskan suara bahkan sampai membentak-bentak pimpinan sidang.

3. Harus selalu meneliti kebenaran berita dari orang fasih (orang yang keluar dari aturan Allah swt) ((Menurut imam hanafi yang dimaksud dengan fasik ada 2 macam: (1). orang yang mengerjakan dosa dengan terang-terangan, seperti mabuk di jalanan atau pergi ke tempat pelacuran atau pergi ke tempat perjudian dengan terang-terangan, dsb. (2). orang yang mengerjakan dosa dengan sembunyi-sembunyi, tetapi diberitahukannya dengan bangga kepada beberapa orang teman-temannya, bahwa ia berbuat yang demikian, seperti sebagian orang yang meninggalkan shalat dan puasa, lalu diceritakannya kelakuannya itu kepada teman-temannya bahwa ia tidak shalat dan tidak puasa, dsb.)).

Dalam surat Al hujuraat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Oleh karenanya kita harus senantiasa berhati-hati terhadap berita-berita dari orang fasik. Karena seharusnya kaum muslimin tidak mengambil berita dari kaum orang yang fasik. Jika ada sebuah masyarakat yang mengkonsukmsi berita-berita dari orang fasik (seperti halnya masyarakat kita sekarang) maka rusaklah masyarakat islam. Demikian hal-nya dengan berita-berita yang kita dengar di radio, kita saksikan di tv dan kita baca di media cetak kepemilikan-nya adalah orang-orang fasik. Sehingga jika ada kabar-kabar tentang dunia islam maka hambarlah berita-berita tersebut.

4. Mendamaikan antara dua kelompok yang bertikai.

Dalam surat Al hujuraat ayat 9:

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Jika ayat ke 6 dan 9 dalam surat Al hujuraat dikorelasikan, jika umat islam tidak berhati-hati terhadap berita-berita dari orang fasik maka bukan tidak mungkin akan muncul pertikaian antar sesama kaum muslimin. Demikianlah yang terjadi pada masyarakat kita sekarang, dimana antara sesama kaum muslimin saling menghasut antara yang satu dengan yang lain. Padahal sama-sama islam, sama-sama sholat mengahadap kiblat, sama-sama berpegang pada Al Quran. Oleh karena itu jika terjadi hal yang demikian, maka hendaklah kita mendamaikan-nya. Jangan malah mengadu-domba atau memperkeruh pertikaian, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Semangat untuk mendamaikan yang bertikai, bukan semangat mengadu-domba, itulah masyarakat yang dibangun oleh Al Quran. Ketika ada masyarakat/kelompok yang tengah bertikai/ berperang jangan sampai kita tidak adil menuduh saudara kita kafir, sesat, ahli bid’ah hanya gara-gara berbeda pendapat, berbeda penafsiran, padahal Al Quran-nya sama. Dan hal ini terjadi di seluruh dunia. Maka jika ada saudara kita yang menyimpang maka kewajiban kita untuk membuat-nya kembali ke yang benar, menyuruh tobat, memahamkan yang benar bukan sekedear memfonisnya.

5. Ukhuwah Islamiyah

Dalam suart Al Hujuraat ayat 10:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Jika mengaku beriman maka tidak ada pilihan kecuali harus bersaudara. Jika menginginkan persaudaraan kita benar, maka persaudaraan itu harus berdiri diatas landasan iman. Jangan sampai ada persaudaraan atau perkumpulan yang ukuran-nya semata-mata adalah kepentingan. Jika kepentingan adalah tujuan-nya maka meskipun sudah ‘berkoalisi’ maka bukan tidak mungkin akan muncul pertikaian (bukan ikatan iman tapi ikatan kepentingan)

Lantas kemudian apa ukuran-nya jika kita semua sudah bersaudara? karena persaudaraan adalah ukuran keimanan ((terdapat hadist yang berbunyi: “Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”)). Yang berarti bahwa ukhuwah adalah persaudaraan. Jika saudara-saudara kita di Palestine, Turki yang dibunuh oleh orang-orang Yahudi sedangkan kita hanya terdiam saja maka patut dipertanyakan ukhuwah dan keimanan kita kalau hanya sekedar penonton saja.

Maka diantara ukuran bahwa kita sudah bersaudara adalah (urutan adalah berdasarkan tingkatan) :

  1. Hatinya bersih, tidak ada dendam, tidak ada iri, tidak ada khianat (Ukuran/tingkatan yang paling dasar). Ketika masih ada sedikit saja iri, dendam atau khianat maka sudah tidak berukhuwah meskipun mengaku beragama islam.
  2. Cinta
  3. Pembelaan. Meskipun terdapat pembelaan tapi tidak terdapat buktinya, maka ukuran ukhuwah-nya juga dipertanyakan.
  4. Mementingkan saudaranya daripada dirinya sendiri ((Allah berfiman dalam surat Al-Hashr ayat 9: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”)). Kemenangan umat Islam dan kesuksesan umat Islam terjadi jika umat islam bersatu, berukhuwah dan mementingkan saudaranya daripada dirinya sendiri. Ketika umat Islam tidak ada ukhuwah-nya maka akan semakin melemah dan setiap hari saudara-saudara kita dibunuh di Palestine, Pakistan, Iran, Mindanao dll.

6. Jauh dari hal-hal yang merusak ukhuwah

Hal-hal yang merusak ukhuwah diantaranya :

  • Mengejek
  • Mencela
  • Memanggil dengan panggilan yang tidak menyenangkan
  • Berprasangka buruk kepada saudaranya
  • Mematai-matai saudaranya sendiri.
  • Gibah (menyebut saudara kamu dengan sebutan yang tidak disenangi). Dalam surat Al Hujuraat ayat 11 Allah berfiman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Arti kata kaum dalam Al Qur’an bisa diartikan sekumpulan laki-laki dan juga perempuan. Namun dalam ayat tersebut Allah SWT memberikan penegasan kepada laki-laki dan terutama kepada perempuan untuk lebih menjauhi sifat-sifat yang dalam merusak ukhuwah kita.

7. Saling mengenal

Masayarakat islam adalah masyarakat yang terbuka dan selalu senantiasa saling mengenal (ta’aruf). Sehingga kita bisa selalu berkomunikasi dengan dunia, meskipun beda agama, beda negara, beda warna kulit. Seorang muslim yang berada di masyarakat islam mampu berkomunikasi dengan masyarakat dunia. Tujuan dari ta’aruf dalam hal ini adalah untuk berlomba-lomba dalam bertakwa. Seperti halnya dalam surat Al Hujuraat ayat 13:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Sumber: http://kajiankantor.com

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Related posts

Leave a Reply