Menyembunyikan Aib Sesama Muslim

Dari Ibnu Umar ra dan Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang ulama yang dikenal dengan nama Syekh ‘Utsaimin mengatakan jika seseorang melihat saudaranya melakukan kemaksiatan yang jelas, bila yang lebih utama menutupi aibnya maka sepantasnya untuk menutupnyai. Hanya saja jika aib itu menjadi kebiasaan yang buruk dari saudaranya, maka tidak mengapa untuk menasehatinya agar tidak melakukannya.

Adapun masalah menutupi perbuatan buruknya, maka mungkin dilakukan jika engkau melihat bahwa maslahatnya adalah dengan cara menutupinya, baik yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan keji ataupun selainnya,” kata Syekh Utsaimin.

Berkaitan dengan hal ini terdapat kisah Khalifah Umar dengan lelaki tua. Suatu malam, seperti biasa Khalifah Umar berkeliling memeriksa rakyatnya, kali ini beliau ditemani Abdullah ibn Mas’ud. Pada tempat yang terpencil, mereka melihat kerlip dan sayup-sayup terdengar suara nyanyian.

Keduanya lalu berjalan menuju arah kerlip itu yang ternyata berasal dari sebuah rumah. Umar mengetuk rumah tersebut, akan tetapi tidak ada seorang pun yang menjawab ketukan pintunya.

Dikisahkan dari buku yang berjudul ‘The Great of Two Umars’ bahwa Umar ra lantas memanjat ke atap rumah, da melihat seorang lelaki tua sedang duduk santai dan di hadapannya terdapat cawan minuman. Selain itu ada seorang  wanita yang sedang bernyanyi.

Sang Khalifah menampakkan diri seraya menghardik, “Belum pernah aku melihat pemandangan seburuk yang aku lihat malam ini! Seorang tua yang menunggu ajalnya! Hai musuh Allah, apakah engkau mengira Allah akan menutup aibmu, padahal engkau berbuat maksiat?”

Orang tua itu membela diri, “Tidak ada seorang muslim pun yang berhak berbicara dengan sesamanya dengan cara demikian. Mungkin aku telah berbuah salah, tetapi pikirkanlah berapa kesalahan yang telah engkau perbuat. Pertama, engkau telah mengintip, meskipun Allah memerintahkan, ‘Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.’ (al-Hujurat: 12).

Kedua, engkau masuk melalui atap, meskipun Allah memerintahkan, ‘Masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya.’ (Al-Baqarah: 189). Ketiga, engkau masuk tanpa seizin pemiliknya dan mengabaikan salam, meskipun Allah telah memerintahkan, ‘Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.’ (An-Nur: 27)

Mendengar jawaban tersebut, Khalifah Umar merasa sangat malu, dan mengundurkan diri seraya berkata, “Baiklah, aku memaafkan kesalahanmu.” Tapi, si pemilik rumah berujar, “Ini merupakan pelanggaranmu yang keempat karena seharusnya engkau berkata, bahwa engkau memaafkan yang salah dalam pandangan Allah?”

Umar hanya menjawab, “Engkau benar!” Lalu, ia pun keluar menggigit pakaiannya sambil menangis, “Celaka engkau, Umar, jika Allah tidak mengampunimu. Ada orang yang bersembunyi dari keluarganya. Sekarang dia berkata, ‘Umar mengetahuiku.’ Kemudian, keluarganya menguntitnya.”

Selama beberapa waktu, orang tua itu tidak pernah menghadiri majelis Khalifah Umar. Suatu hari, dia datang dan duduk di barisan paling belakang, seakan-akan dia mau bersembunyi dari pandangan Khalifah Umar. Namun, malang baginya, sang khalifah melihatnya dan memanggilnya. Kontan saja, orang tua itu berdiri dan berpikir bahwa khalifah akan mempermalukannya.

Di luar dugaan, Khalifah Umar berkata padanya, “Dekatkan telingamu padaku!” Lalu, ia berbisik padanya, “Demi yang telah mengutus Muhammad dengan hak sebagai Rasul, tidak seorang pun akan kuberi tahu apa yang telah kusaksikan pada dirimu. Begitu pula Ibnu Mas’ud yang bersamaku malam itu.”

“Ya Amirul Mukminin, dekatkan juga telingamu,” ujar orang tua itu, lalu giliran dia berbisik, “begitu juga saya. Demi yang mengutus Muhammad dengan hak sebagai Rasul, aku tidak pernah kembali pada perbuatan itu sampai aku datang ke majelis ini.”

Mendengar itu, Khalifah Umar bertakbir dengan keras, “Allahu Akbar!” Tentu saja, orang-orang yang hadir heran dan tidak mengetahui alasan Umar bertakbir. Akhirnya, kedua sahabat itu bersyukur karena telah berhasil menyembunyikan aib sesama muslim.

Seperti kisah di atas, tutuplah aib saudaramu dan jangan lupa mendoakannnya, agar segera bertobat di jalan Allah SWT.

Sumber: republika.co.id

About adminmtt

Majelis Telkomsel Taqwa adalah organisasi yang berasaskan Islam dan mewujudkan insan Telkomsel yang bertakwa, amanah, profesional, berakhlaq mulia serta mampu menyebarkan karakter tersebut baik di lingkungan Telkomsel maupun di lingkungan lainnya yang lebih luas

Leave a Reply